.fb_like_box { -moz-border-radius:5px 5px 5px 5px; border-radius:10px; background:#f5f5f5; border:1px dotted #ddd; margin-bottom:10px; padding:10px; width:500px; height:20px; }

Entri Populer

Rabu, 14 Desember 2011

Postingan ke II nih...


Imanku
“buka jilbabmu itu!!!”bentak Abah menarik jilbab yang di kenakan Siti Maemunah. “kau fikir, kau ini anak siapa? Seenaknya kau mengatakan mencintai orang yang tak seiman dengan kita.”
            Mae begitu ia di sapa hanya bisa menangis di dalam pelukan ibunya yang mencoba menenangkan Mae.
“abah hentikan!!!” umi berusaha menghalangi abah yang berusaha menarik tangan Mae.
“dia harus di beri pelajaran mi...”abah semakin kuat menarik Mae.
“ampuni saya abah...!”tangis Mae tumpah ruah bah air mancur di bunderan HI. Tapi abah tak berhenti sampai Mae berhasil ia tarik masuk ke dalam wc. Abah mengguyur kepala Mae dengan air lantas mengwudhukannya. Abah menatap mata Mae dalam-dalam dengan mata berkaca-kaca.
“minta ampunlah pada Allah, cintailah Allah melebihi apapun! Sesungguhnya abah sangat takut kau berdosa nak.” Dengan tersedu-sedu Mae mencium tangan ayahnya.
“terimakasih abah...”
***
Mae pun bersimpuh menghadap kiblat, ia dengan khusyuk shalat Isya dan mengaji dengan berlinangan air mata. Ia sangat menyadari dosanya kepada Allah. Gadis berusia 20 tahun itu nyaris terperangkap dalam indahnya cinta yang sesaat. Sesosok kakak kelas yang baru saja menyelesaikan sidang S2nya melamar Mae, salahnya dia adalah orang yang berbeda keyakinan dengan dirinya. Padahal sudah lama Mae mengidamkan pria baik seperti itu. Adalah Daniel Christian dari namanya saja sudah sangat jelas kalau mereka berbeda, Daniel berusia 27 tahun. Selain rupawan, dia juga sangat darmawan. Ketika kehidupannya terpaut pada seorang pria idaman yang ia nanti tapi Mae harus menguburnya dalam-dalam karena mereka sangat berbeda.
“ya Allah ampunilah aku, hukumlah aku. Sesungguhnya engkau maha pengampun. Mulai saat ini akan ku pasrahkan segalanya padamu. Hidup dan matiku hanyalah untukmu. Maka ingatkanlah aku jika aku melakukan dosa ya Allah...dan mohon bantulah aku ya Allah, untuk menolak Daniel dengan cara yang benar dan tidak menyakiti siapapun. Ikhlaskanlah aku ya Allah...amin...” Mae menghapus air matanya dengan mukena putih yang melekat di tubuhnya.
***
Esoknya....
Mae menghampiri Daniel yang telah menantinya dengan seorang teman. Seperti pinta Mae sebelumnya, ia akan selalu menemui Daniel apabila ada orang ketiga agar tidak menimbulkan fitnah.
“Assalamu’alaikum...” mereka berdiri ketika Mae mengucap salam dan berada di antara mereka di ruang serbaguna itu. Daniel sudah sangat faham betul harus menjawab apa ketika ada yang mengucapkan salam.
“wa’alaikumssalam Mae...duduklah!”merekapun duduk berhadapan. Tapi Mae tak pernah sekalipun menatap mata Daniel.
“maaf sudah membuat kak Daniel menunggu selama 1 minggu ini...” Mae mengawali perbincangan.
“saya sangat faham, kamu pasti harus memikirkannya dengan sangat matang. Karena saya tahu betul masalah apa yang akan kita hadapi.” Daniel menatap wajah Mae yang tidak sedikitpun menatap wajah Daniel. Mae hanya merunduk.
“Bismillah...” Mae mengghela nafas. “sesungguhnya niat kak Daniel sangatlah mulia untuk melamar seorang gadis. Tapi Mae sangat meminta maaf, Mae tidak bisa menerima pinangan dari kak Daniel. Bukan Mae tidak ingin memperjuangkannya. Tapi perbedaan kita bukanlah persoalan yang kecil. Ini sangat penting bagi kehidupan pribadi kita masing-masing, yaitu kepercayaan. Mae hidup di lingkungan Islam sejak Mae lahir dan keluarga Mae merupakan tokoh agama yang sangat taat. Begitupun sebaliknya dengan kak Daniel. Jangan sampai kita menghianati agama kita dan mendzalimi diri kita sendiri.” Mata Mae berkaca-kaca di tambah sinar dari jendela yang menyoroti wajahnya, matanya terlihat bening dan menyejukkan. Daniel tak melepaskan pandangannya dari Mae dan untuk pertama kalinya Mae memandang mata Daniel namuan sesaat sekali, Mae seolah ingin menyampaikan “Andai Mae dan kak Daniel sama...” Daniel seolah bisa membaca tatapan Mae itu.
“saya mengerti...terimakasih telah mempertimbangkannya. Akan sangat beruntung laki-laki yang kelak bersamamu, andai saja kita sama...”Daniel merunduk. “tapi inilah kodrat kita. Saya sangat menghargai keputusan kamu.” jawabnya.
Teman Daniel ikut hanyut dalam kemurniaan kisah cinta mereka. Mae pun bangkit dari tempat duduknya,.
“saya pamit pulang kak... maka, saya pasti akan mendoakan kak Daniel untuk mendapatkan gadis yang seiman.”Mae membalikan badannya. Air matanya barulah bisa jatuh ketika ia membalikan badannya dan berjalan pelan-pelan.
“wa’alaikumssalam...”
“asstagfirullahaladzim...ampunilah aku ya Allah...” bisik Mae pada dirinya sendiri.
2 minggu berlalu....
Cetrine teman sekelas Mae yang juga adik Daniel memberi Mae sebuah undangan pernikahan. Ia sengaja mengantarkannya sendiri ketika di kelas.
“sebelum melamarmu...mami telah lebih dulu menjodohkan abang dengan Angel. Karena papi kami telah meninggal, jadi abang harus segera di kawinkan sesuai dengan pinta papi sebelum beliau meninggal. Tapi abang bilang ia tak ingin di jodohkan sebelum gadis pilihannya menolaknya. Abang tidak memiliki pilihan lain. Aku dan mami tahu betul gadis itu kamu, kami tidak pernah mempermasalhkan itu semua. Tapi sekarang, abang hanya ingin kamu datang dan menilai gadis bernama Angel itu. Datanglah dan doakan abangku!” Cetrine lirih menatap Mae iba.
“insyaallah...aku akan datang dan akan selalu mendoakan abangmu...” meski dalam hati Mae rasanya sakit tapi ada rasa lega karena ia yakin pilihan keluarga Daniel adalah yang terbaik bagi Daniel. Mae menggenggam tangan Catrine dengan lembut.
***
“abah...umi...akankah abah serta umi mengizinkan Mae untuk hadir di resepsi pernikahan kak Daniel?” Mae merunduk di hadapan kedua orang tuanya saat mereka sedang makan malam.
“pernahkan abah melarangmu untuk mengucapkan selamat dan mendoakan mereka?” abah balik bertanya sambil tersenyum. Mae mengangkat kepalanya dan membalas senyum abahnya, umi ikut tersenyum.
“kak Daniel juga mengundang abah dan umi untuk hadir. Mereka mengadakan resepsi di hotel, dan insyaallah makanan di sana juga halal.”jelas Mae dengan semangat,
“iya, tapi jika kau ragu untuk memakannya maka janganlah kau makan.”abah menyuapkan nasi ke mulutnya. “ingat toleransi itu harus tapi jangan sampai menggoyahkan pendirian kita,  Pergilah dengan umimu, abah ada undangan yang sudah terlebih dulu mengundang abah. Sampaikan saja salam abah untuk mereka.” Jelas abah. Mae dengan segera mengangguk.
Hari itu pun tiba....
Meski sedikit sulit memerangi perasaannya tapi Mae sangat berusaha dan beristigfar sepanjang perjalanan menuju hotel. Umi sebagai seorang wanita memahami betul perasaan Mae yang selama di dalam taksi terlihat tegang dia segera menggenggam tangan putrinya.
“bersyukurlah...Allah masih sangat menyayangimu, Allah tidak ingin kau berpaling darinya dan lebih mencintai orang lain. Kau masih punya Allah. Doakanlah dia!!!” umi sangat lembut, Mae menyender ke bahu umi yang membuatnya sangat nyaman.
Tibalah mereka....
Umi tak sedikitpun melepaskan genggaman tangannya dari Mae. Tamu-tamu lalu-lalang di hadapan mereka. Banyak sekali kalangan yang hadir mulai dari para pejabat, pengusaha, mahasiswa, santri dan sebagainya. Karena Daniel termasuk orang yang supel dan tak pilih-pilih teman. Mae dan umi melangkahkan kakinya ke dalam hotel yang megah dengan dekorasi  yang indah. Terlihat dari kejauhan Daniel dan Angel di singasana mereka, menyalami para tamu undangan yang hadir. Mereka tampak bahagia dan memang itulah seharusnya. Sampailah pada gilairan Mae dan umi, dengan senyum bahagia Mae menepukan kedua tangannya di balik jilbabnya yang panjang,
“selamat ya kak...abah menyampaikan salam dan permohonan maafnya karena tidak bisa hadir.”Mae tersenyum hangat. “istri kak Daniel cantik sekali...”bisik Mae. Angel sangat heran melihat gaya salaman mereka yang dalam jarak yang jauh.
“terimakasih Mae, kamu telah hadir di pernikahanku. Sampaikan juga terimakasih untuk abahmu...” jawab Daniel. Mae pun merangkul Angel setelah Daniel menyelesaikan ucapannya.
“selamat ya...”
“terimakasih mbak...”angel tersenyum ramah, wajah orientalnya tampak cantik dengan make-up sederhana dengan gauh putih.
“selamat ya nak...semoga bahagia selalu...”kata umi.
“teriamakasih ibu...” Daniel menjawab rengkuh ucapan dari umi. Setelah itu mereka lantas pergi tanpa menyantap apapun. Mereka sudah cukup senang dapat hadir di pernikahan Daniel dan mengucapkan selamat padanya. Mae tidak menyesal dan tidak akan pernah menyesal mengambil keputusan untuk menolak Daniel. Ia malah sangat bersyukur sekali, abahnya selalu mengingatkan Mae. Kini ia sadar, sebesar apapun, setampan apapun, sesempurna apapun orang yang akan menyunting kita jika kita harus membayarnya dengan mengorbankan keyakinan kita. Maka Mae lebih ikhlas melepaskan cintanya dan menyerahkan segalanya pada Allah sebagai tanda imanya kepada Allah.

Selesai


Created by:
Evi Andriyani








Tidak ada komentar:

Posting Komentar