.fb_like_box { -moz-border-radius:5px 5px 5px 5px; border-radius:10px; background:#f5f5f5; border:1px dotted #ddd; margin-bottom:10px; padding:10px; width:500px; height:20px; }

Entri Populer

Sabtu, 11 Februari 2012

A letter for mom…




“ini apa Nyonya?”Sarah mempertanyaakan sepucuk surat yang di berikan nyonya Karina. Wanita itu hanya tersenyum semabari menyeka air matanya. Di hari ke 3 kepergian Jonathan anaknya, nyonya Karina jauh terlihat lebih tegar. Ia tak lagi berteriak menyalahkan Sarah.
“bacalah…dan Terimakasih. Apapun yang terjadi dengan Jo, ini adalah yang terbaik.”
Sarah terdiam, ia pun duduk di halaman setelah Karina meninggalkannya untuk membaca surat itu.
Dear Mama…
Mama sehat? Aku mungkin gak lagi deket mama saat ini, tapi aku ingin selalu tau kalau mama baik-baik aja. Aku ingin berterimakasih karena mama telah menghadirkan aku didunia ini, berterimakasih karena mama telah memberiku nama Jonathan Putranto, karena dengan nama belakangku aku bisa tau ayahku siapa, terimakasih juga karena mama selalu memberikan yang terbaik bagi aku dan maaf…maaf karena aku pernah menjadi Jonathan nakal yang melukai hatimu.
Mama pernah Tanya soal Sarahkan? Sekarang aku akan jelaskan supaya mama gak marah dan nyalahin Sarah terus.
Nama dia Siti Sarah, aku kenal dia ketika aku gak sengaja serempet dia dan kaca mata minusnya kegiles mobilku. Aku kaget setengah mati pas aku sadar ternyata ada gadis yang tengah menangis dipinggir mobilku. “kamu gak papakan?”Tanya aku segera setelah membuka pintu mobil. Gadis yang awalnya belum aku kenal namanya itu hanya melirikku sekilas. Taukah kamu ma apa kesan pertamaku? Dia sangat cantik dengan jilbabnya dan pakaiannya yang memabluti tubuhnya. Saat aku sentuh punggungnya tiba-tiba di segera berdiri dan melepasnya.
“maaf bukan muhrim…” katanya, salahnya saat itu aku bahkan tak tahu apa itu muhrim. Kenapa? Karena mama gak pernah ajarin aku, karena bahkan aku gak pernah sekolah di tempat yang seharusnya ku pelajari sebagai seorang muslim. Aku hanya garuk-garuk kepala.
“tapi kamu gak papakan?”Tanya aku. Dia tak menatapku hanya menunjuk kaca matanya.
“kaca mata aku rusak. Tidakkah kamu tau itu sangat berharga bagiku? Kamu belum lulus sekolah mengemudi ya?” dia sekilas menatapku, tapi tak lama dia tampak kaget. “maaf…tapi hidung kamu berdarah…”
Aku tak merasakan mimisan itu keluar lagi dari hidungku saat itu, dengan malu ku segera mengambil tisu dan melapnya. “sorry, tadi aku agak pusing. Jadi gak konsen nyetir. Aku ganti kaca mata kamu ya…” ketiak ku jamah dompetku tiba-tiba ia memungut kaca matanya yang patah.
“gak usah terima kasih…hanya jangan menyetir jika sedang tidak enak badan. Wajah kamu tampang sangat pucat.” Jawabnya. “rumah saya di balik pohon ini, jika masih pusing mas bisa singgah sebentar…saya duluan.” Dia pun berlalu. Gadis dengan seragam SMA yang sangat lembut. Aku jarang sekali menemui gadis berseragam SMA yang tertutup dan lembut seperti itu ma. Dan taukah kamu apa yang aku ingin lakukan saat itu? Aku ingin mengikutinya…ingin sekali….
Aku mengikutinya, ia sadar aku ada dibelakangnya. Dan ketika sampai di sebuah rumah panggung yang sangat sederhana dia berbalik padaku. “tunggu sebentar ya!” dia naik keatas tak lama terdengar suara yang cukup jelas ku dengar.
“apa? Laki-laki? Sarah sekarang di rumah sedang tidak ada Abi, mana boleh kita biarkan masuk seorang laki-laki.” Tapi tak lama suara kembali tak terdengar. Hanya berberapa wanita keluar dari rumah itu. Seorang ibu yang berjilbab dan tiga orang gadis termasuk Sarah. Wanita itu tersenyum padaku. Wajahnya amatlah sejuk dan damai.
“assalamu’alaikum?” sekali lagi aku bingung, aku pernah mendengar kata-kata itu di sebuah film tapi aku lupa harus jawab apa. Aku hanya mengangguk dan tersenyum. “anak saya sudah cerita soal pertemuan kalian. Istirahatlah di atas! Aisyah tolong jemput bang Yusuf dan bang Ismail ya!” gadis yang tak begitu jauh umurnya dengan Sarah itu segera berlari.
“gak usah tante, biar saya pulang saja.”
“tidak papa, menyetir mobil dengan keadaan sakit justru berbahaya. Masuklah dan tunggu abang putrid-putri saya pulang.”jawabnya. “Sarah, Hajar, temenin umi masak…”
“iya umi…”mereka serentak menjawab. Dengan sangat tidak enak akhirnya ku putuskan untuk masuk. Aku kaget, aku tertegun dengan apa yang ada di dalam rumah itu. Tak ada kursi, hanya sebuah karpet tipis tergelar, tak ada televisi hanya tumpukan buku-buku yang kumel. Terlihat ada dua kamar. Aku bisa menduga mungkin satu kamar itu untuk putrid-putrinya dan satu kamar lagi untuk kedua orangtuanya. Tapi bagaimana dengan anak laki-laki mereka? Mengapa aku memiliki takdir untuk melihat ini semua di penghujung usiaku? Mungkinkah ada hal yang perlu aku sadari? Dalam batinku terus bertanya-tanya dan membandingkan. Begitu banyak kamar yang tidak terpakai di rumahku, begitu banyak kursi yang tak terduduki di setiap ruangan, begitu banyak televisi yang tak ternyalakan. Begitu lelahnya aku berfikir hinggga aku tertidur. Saat aku buka mata, dihadapanku mereka berdiri membelakangiku. Sarah bilang itu Sholat. Mereka tengah Shalat maghrib berjamaah. Aku juga sempat melihat itu di sebuah film, rasanya menyenangkan melihat itu meski aku tak pernah melakukannya. Setelah selesai mereka saling berjabat tangan dan mereka berbalik kearahku sambil tersenyum.
Dua abang Sarah dan abinya mendekat.
“adik sudah bangun?” Tanya Abi. Aku tersenyum.
“maaf sudah merepotkan.” Jawabku.
“umi, ambilkan teh manis!”seru abi.
“biar Mail aja mi gak papa.” Ismail kakak kandung Sarah segera mengambilkan teh. Sarah memiliki 5 saudara. Laki-laki yang bernama Yusuf adalah kakak angkat Sarah. Sebelum orang tua Sarah dikaruniain anak mereka mengadopsi bang Yusuf. Laki-laki itu berusia 25 tahun, sedangkan Ismail adalah anak kandung pertama. Ia berusia 20 tahun, Sarah anak yang dilahirkan setalah bang Ismail usianya baru 18 tahun, dan adik-adik sarah yang kembar, Siti Hajar dan Siti Aisyah. Ruamh itu begitu bermanfaat karena setiap sudut berfungsi dengan benar dan keluarga itu amat sangat hangat berbeda denganku.
Malam itu malam yang amat bersejarah bagiku, selain aku mendapat pelajaran aku juga dapat info kuliner yang luar biasa ma. Taukah kamu apa itu? Ubi rebus, masaknya cuman direbus aja pake garam tapi nikmatnya luar biasa. Mereka yang keterbatasan, hanya makan malam ubi rebus ma. Kata Aisyah mereka hanya makan 2 kali sehari pagi dan siang. Ketika malam cukup ubi. Tapi rasanya sangat kenyang dan nikmat. Aku baru kali ini merasakan kenikamatan ubi karena sebelumnya mama tak pernah perkenalkan aku pada ubi.
Sejak saat itu aku mulai dekat dengan kedua kakak Sarah dan Sarah tentu saja. Hubungan kami cukup menarik sebagai teman. Ismail sebaya denganku kita jauh lebih dekat. Sampai aku hamper setiap hari berkunjung dan membawa makanan. Aku fikir mereka senang dengan pemberianku tapi pada akhirnya Abi menegurku. Ia bilang jika ingin kemari, maka kemarilah jangan sampai membawa hal-hal yang mahal karena kami akan selalu menerima.
Suatu hari karena aku amat sangat penasaran dengan kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan aku bertanya pada Ismail yang tengah bekerja di sebuah glosir dan aku membantunya.
“Sholat itu hal yang wajib dilakukan bagi agama kamu ya?”tanyaku.
“iya donk…dengan sholat kita bisa berkomunikasi dengan Allah.”jawabnya sambil tersenyum.
“ngaji juga? Itu harus setiap hari?”
“iya, bukannya kalau kita sudah di kasih nikmat kita harus berterimakasih?”Tanya dia balik. Aku tersenyum sambil mengangguk.
“ngomong-ngomong Sarah udah punya pacar? Aku suka sama dia…”cetusku. Ismail menoleh dan memegang pundakku.
“dia tidak mempunyai pacar dan tidak akan punya pacar.”jawabnya.
“loh ko gitu?”
“iya, karena adik-adik ku hanya punya suami nantinya. Dalam islam kita gak mengenal pacaran tapi ta’aruf lalu menikah.”jelasnya. segera ku ambil KTP di dompetku.
“kenapa?” Ismail bingung, aku ingin ia membaca KTPku.
“di KTP aku, aku Islam. Berarti aku juga harus mempelajari apa yang kamu lakukan selama ini. Bisa kah kamu atau Sarah mengajariku?”tanyaku. Ismail tersenyum dan mengangguk.
Sejak saat itu, aku mengenal Allah, mengenal Shalat fardu 5 waktu, shalat-shalat sunat, belajar ngaji pada Sarah, dan hal lain yang tak pernah aku pelajari sebelumnya. Hingga aku lupa dengan jadwal kemoterapiku. Mama beberapa kali menegurku karena dr. Hari tak melihatku datang untuk melakukan pengobatan, karena aku juga tak lagi muncul kekampus. Aku tak pasrah, aku juga tak menyerah hanya saat itu yang ada didalam fikiranku aku ingin beribadah kepada Allah dan melakukan pengobatan dengan caraku.
Awalnya mereka tak tahu tentang penyakitku tapi suatu ketika saat mama berkunjung kerumah keluarga Sarah tanpa sepengetahuanku dari situlah awal mereka tau.
“ngapain kak Jo kesini lagi?”bentak Aisyah yang membukakan pintu.
“aku mau ketemu Abi, Umi, bang Yusuf, Mail, Sarah sama kamu dan Hajar.”jawabku santai.
“sebaiknya kak Jo gak usah datang lagi kerumah. Itu menimbulakn fitnah.”jawabnya.
“loh kenapa?”
Tak lama Ismail keluar dengan tatapan lemas. “tadi ibu kamu ke rumah. Katanya kamu gak pulang selama 1 minggu. Dia nyari-nyari kamu kemari dan ngacak-ngacak rumah dengan beberapa preman. Umi lagi sakit karena shock sebaiknya kamu pulang Jo, jangan buat ibumu hawatir.”
Mungkin aku yang salah karena benar aku meninggalkan rumah setelah ramuan yang di berikan ustadz Soleh padaku mama buang, karena mama juga meremehkan Sholatku. Tapi aku tak pernah berfikir ini semua akan menyulitkan keluarga Sarah. Saat itu dengan segala kehilafanku, aku membentakmu. Aku juga baru sadar membentakmu adalah kesalahan terbesarku.
Sejak saat itu aku tak lagi kerumah Sarah, aku hanya diam di sebuah masjid yang disitu juga tinggal Ust Soleh. Sarah tau keberadaanku disana. Sesekali dia mengunjungiku.
“kenapa Sarah selalu datang?”tanyaku.
“Aku hanya tak ingin menyalahkan kamu tapi aku tak bisa berbuat lebih.”jawabnya. ia terlihatt menghawatirkanku, ia dan keluarganya belum tahu tapi aku juga tak bisa membohongi diriku kalau di matanya ia menyukaiku. “jangan menyimpan dendam pada Ibu yang melahirkanmu, karena dengan Ridhonya surga akan ada untukmu. Pulanglah…bersimpuh di kaki ibu dan mintalah ampun. Hal yang di perbuat olehnya pada keluarga kami hanyalah rasa khawatir yang berlebihan tapi karena itu dia sayang padamu.” Kata-kata itulah yang membuat aku ingin pulang ma. Dan akhirnya ku putuskan untuk membeli sesuatu untukmu sesuatu yang akan selalu kamu pakai dan membawa berkah untukmu hingga kamu mengenangku sebagai anak yang shaleh dan taat padamu.
Maafkan aku ma, jika sesuatu terjadi padaku, jika Allah menginginkan aku kemabli padanya, maka sebagai sesama muslim lakukanlah kewajibanmu sebagi orang yang mampu. Berbagilah, berbagilah kebaghiaan dengan orang yang membutuhkan.

Love
Jonathan Putranto

Sarah menangis tersedu, Karina menghampiri dengan mukena yang diberikan Jo, ketika ia hendak pergi.
“Ust Soleh bilang Mukena ini sudah di persiapkan Jo sebelum dia mau pulang.” Karina menangis. “tapi ust Soleh juga bilang, sebelum dia pulang dia mau sholat Isya dulu tapi pas sujud terakhir tiba-tiba Jo pergi dan gak bisa bangun lagi.” Sarah memeluk Karina dan membelainya.
“insyaallah, berkat ridho nyonya, berkat ketulusannya beribadah pada Allah semua itu akan membawa Jo ketempat yang sangat indah tanpa ada rasa sakit ditubuhnya. Nyonya lihat sendiri cara Allah mengambilnya. Orang shaleh seperti Jo diambil dengan mudah tanpa sulit.” Jelas Sarah.
“terimakasih…kamu manyadarkan Jo juga aku bahwa perbedaan itu adalah hal yang indah, perbedaan ada karena kita harus saling melengkapi.” Karina memeluk Sarah dan menciumnya.

selesai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar