.fb_like_box { -moz-border-radius:5px 5px 5px 5px; border-radius:10px; background:#f5f5f5; border:1px dotted #ddd; margin-bottom:10px; padding:10px; width:500px; height:20px; }

Entri Populer

Sabtu, 04 Februari 2012

MY NAME is AMINAH....

My Name is Aminnah...

Namaku Aminah Gedoa, seperti namaku yang jadul perpaduan jawa dan Ambon...tingkahku pun tak jauh beda dengan namaku. Rambutku ikal sampai tampak terlihat kribo, aku tak begitu tinggi, tubuhku cukup melar, aku berkulit hitam karena ayahku asli ambon namanya Leo Gedoa dan ibuku 100% jawa namanya Asih. Aku sudah tinggal di ambon sejak aku lahir. Usiaku 15 tahun, ini tahun terakhirku di Smp Ambon, pada awal aku masuk sekolah tak ada yang sudi berteman denganku. Bagi mereka aku hanya gadis perparas jelek yang membosankan. Tapi sejak kecil aku tak pernah permasalahkan itu, karena bagiku untuk apa kita memiliki teman yang tak bisa menerima keadaan fisik temannya.  papa selalu mengatakan.”jauhkanlah fikiran jelek dari kamu punya fikiran, kamu harus punya ketulusan barulah kecantikan itu akan muncul dari dalam kamu punya diri.”kata-kata itu selalu membuatku semangat, meski di sekolah hanya ejekan yang ku dapat, bahkan  teman-temanku memanggilku “Minahhhhh...item.”aku hanya tersenyum dan mendengarkan mereka lantas menjawabnya dengan senyum meski hatiku teriris-iris.
6 bulan pertama sekolah di smp itu keadaannya masih sama, aku hanya sampah bagi mereka. Setiap aku berjalan di hadapan mereka selalu ada saja kaki yang menghalangi langkahku hingga aku tersandung. “ukhhhhh...”keluhku sambil membersihkan lututku yang tak jarang terluka. Hanya keluhan  itu yang beraniku keluarkan dari mulutku. Tapi sering kali aku mengeluh pada papa, dia hanya bilang.”saat kau mengeluh karena mereka mengejekmu, mereka tak akan mencabut ejekanmu dan bersimpatik padamu. Maka teruslah tanamkan ketulusan, dan mereka akan memujamu.”lagi-lagi dia tak membelaku, ku coba bicara pada mamaku, dia hanya berkata.”papamu bilang apa ndok? ketika ia berbicara, maka itulah jawaban mama untuk mu!” sejak saat itu aku hanya bisa menelannya sendiri. Hingga setelah hasil UTS keluar, dan nilaiku berada di peringkat terakhir mereka semakin mengejekku. “sebetulnya kau itu apa lebihnya...”sambil tertawa mereka mengejeku. Kali ini aku tak bisa tahan lagi dengan ucapan mereka.
“ kau fikir hatiku sekuat baja yang bisa tahan dengan ejekan-ejekan kalian itu...aku jelek memangnya kenapa? Kita di ciptakan oleh Tuhan yang sama. Aku rasa Tuhan tak pernah permasalahkan itu. Lantas mengapa kalian sebagai makhluknya berani sekali menilai seseorang dari fisiknya!!! Akan ku buktikan pada kalian, siapa Aminah Gedoa...”seruku sambil mengangkat tangan mereka hanya menyuraki aku.
Semangatku memuncak sejak saat itu, aku yang malas belajar setiap hari aku belajar. Meski malas dan sulit masuk ke otakku yang beku tapi aku paksakan. Ejekan dari sobat-sobatku mulai berkurang. Setip hari mereka melihatku sangat bersemangat dalam hal apapun, mulai dari selalu tiba di sekolah paling pagi, membersihkan kelas, membantu membersihkan kantor guru, pindah duduk di depan meski harus sendirian, aktif bertanya kepada bapak guru.
6 bualan setelah itu, aku naik ke kelas 8 smp dengan nilai yang lumayan meningkat meski baru masuk 10 besar tapi bagiku itu prestasi. Aku cukup sulit mendapatkan itu. Ejekaan itu mulai musnah, guru-guru mulai menyukaiku karena aku sangat rajin, bahkan sering sekali aku mendapat pembelaan dari guruku saat sesekali mereka mengejekku. Setidaknya meski teman-temanku tak menyukaiku tapi masih ada guru-guru yang menghargaiku.
Akhirnya Tuhan mengirimkan ku teman di 2 bulan pertama aku kelas 8 smp, namanya Margaret Airory, dia awalnya termasuk gadis yang selalu mengejekku sampai pada akhirnya ibunya meninggal. Ia tahu kabar itu saat sedang di sekolah. Tak ada yang mau menemaniny pulang, tak ada yang mau menghentikan tangisnya saat dia menjerit histeris dikelas.  Dia pun pulang berlari menuju rumahnya aku sengaja tak berkata apapun, aku hanya mengikutinya dari belakang. Dia tiba dirumahnya dan menangis sendiri di sudut kamarnya, karena pintu rumahnya terbuka dan banyak sekali pelayad aku pun masuk dan menghampiri Margaret ke kamarnya yang juga terbuka lebar. Ia membungkukan kepala, aku pun menegakan kepalanya dan menghapus air matanya.
“mama mu pasti sangat sedih melihat kau menangis seperti ini...maaf aku mengikuti kau kemari. Maka marilah kita mendoakan mamamu...!”aku berdiri dan menuntun tangannya keluar dari kamar, tangis Margaret mulai lenyap karena aku terus menjadi sandarannya. Kami mendoakan mama Margaret dengan khusyu. Dari situlah sikap Margaret berubah padaku. Ia menjadi sangat baik dan selalu mengajaku bergabung dengan teman-temannya yang lain. Bahkan sejak saat itu Margaret yang cerdas selalu mengajariku cara belajar yang asik seperti apa. Waktu berlalu persahabatan kami semakin kental hingga saat ini, Rasanya aku enggan sekali berpisah dengan mereka karena mereka yang dulu telah mengejekku kini mereka memujaku dan berbondong-bondong ingin berteman denganku. Benar sekali papa bilang apa. Aku menyadari betul kini ketulusan adalah kunci menuju kebahagiaan dan keadaan fisik yang bagus tak selamanya menjamin kebahagiaan yang abadi. Saat kita merasa tulus melakukan sesuatu maka kita akan mendapatkan sesuatu itu dengan sangat mulia meski harus di bayar dengan sakit hati, tapi bagiku teman bukanlah saat teman senang lantas kita ikut senang dan menilai semua dari fisik tapi saat mereka sedih kita ada untuk mereka dan temani mereka dengan ketulusan, maka itu akan abadi.


...Selesai...

Created by
Evi Andriyani





Tidak ada komentar:

Posting Komentar