.fb_like_box { -moz-border-radius:5px 5px 5px 5px; border-radius:10px; background:#f5f5f5; border:1px dotted #ddd; margin-bottom:10px; padding:10px; width:500px; height:20px; }

Entri Populer

Jumat, 13 April 2012

You’re my Miracle




“There can be miracles when you believe…” seorang gadis mungil melantunkan lagu yang ku kenal cukup baik, ia duduk disampingku dan menantapku dalam. Kurasa usianya sekitar 7 tahun, ia menggenggam erat tanganku ketika ia melihat aku duduk sendiri dengan selembar dokumen yang ada di genggamanku. Sulitku membalas senyum itu namun ia tetap tersenyum.
“ tell me your problem!” anak kecil berwajah 100% Indonesia ini membuatku bingung, bukan karena aku tak mengerti dengan bahasa yang ia gunakan tapi ia benar-benar berbicara percis bule dan sangat fasih.
“I’m afraid…” jawabku. “I’m Sick…”
“I know coz u here with me…me too. This is hospital. Everybody’s here because them sick. Don’t be afraid you’re not alone.” Sambil memasangkan gelang kecil berwarna pink ke tangan kananku dan dia tersenyum.
“what is?” tanyaku.
“for u…one present…” aku mulai tersenyum geli. “I like you. You’re very kind and…handsome, I think. Do u want to be my friend?” tawaku mulai keluar. Ia tampak bingung namun ia juga tertawa. “wow…you laughing!!! I’m excited…” aku membelai kepalanya dan menggosok-gosoknya tapi aku kaget ketika aku tahu rambutnya tiba-tiba jatuh. Ia memakai rambut palsu untuk menutupi kepalanya yang bahkan tak ada sehelai rambutpun yang tumbuh di kepala anak kecil yang lucu itu. Ia tersenyum, belum saja aku minta maaf tiba-tiba seorang ibu memanggilnya.
“Syakira…”
“aku disini ma!!!” serunya. Aku hanya diam, anak kecil yang nakal…ternyata dia bisa bahasa Indonesia. Dia kembali memakai wignya dan berlari memeluk ibu itu. Ibu itu menatapku sejenak, lalau ia tersenyum dan mengangguk. Ku balas senyumnya dengan anggukan pula menandakan aku juga menghormatinya. Aneh rasanya tapi sungguh bebanku sedikit terasa ringan. Padahal tak banyak yang dilakukan gadis itu. Ku pandangi gelang konyol itu tapi senyum mulai mengembang di bibirku.
Ku berjalan menjauh dari tempat dudukku tadi dan keluar dari rumah sakit, aku mulai mengingat lagi dengan fonis dokter yang aku dapatkan hari ini. Jantung…mereka bilang aku sakit jantung. Seorang Alvin yang baru berusia 19 tahun dan tak pernah sakit tiba-tiba memiliki penyakit jantung. Parahnya lagi aku tak bisa menunggu lama jantung ini harus segera dicangkok. Dan siapapun tahu bahwa mencari jantung yang cocok itu sesulit mencari jarum dalam jerami. Mungkin harapan kecil bagiku tapi gadis kecil tadi juga membesarkan hatiku bahwa mungkin masih ada jalan lain yang harus ku tempuh dan kucoba.

1 minggu berlalu…
Tanpa satupun anggota keluargaku dan teman-teman kuliah yang tahu tentang penyakutku. Aku tetap menjalani rangkaian pengobatan rutin yang mulai aku jalanani minggu ini. Kini rumah sakit yang 1 minggu lalu ku datangi akan menjadi hunian baru bagiku.
Setelah menjalani rangkaian pemeriksaan, aku kembali mendatangi tempat sebelumnya ketika ku temui gadis kecil itu. Ku duduk menunggu, 15 menit, 30 menit, 60 menit, 90 menit, sampai aku mulai bosan menghitung seberapa lama aku menunggu tapi gadis itu tak juga muncul. Aku beranjak mencoba mencarinya tapi langkahku terhenti ketika ku lihat ibu yang kemarin memanggil anak itu tengah menangis tersedu-sedu di depan ruang ICU.
“tante…” Bisikku. Dia berdiri segera dan menghapus air matanya. Batinku tergerak dan ku peluk ibu itu. Merasakan kesedihan yang sama jika mamaku tahu tentang penyakitku. Ibu itu pun demikian aku yakin ia tengah menangisi anak lucu itu. Ia menangis dipelukanku.
Setelah itu kami berbincang diruang tunggu dengan segelas kopi dingin di genggaman kami.
“namanya Syakira…”ia memulai perbincangan. “umurnya baru saja 7 tahun.”ia berhenti sejenak dan meminum kopinya. Air matanya menetes lagi. ia menghapusnya dengan tisu yang ada di tangan kirinya. “tapi malangnya, gadis cantik yang aku lahirkan dengan susah payah mengalami penderitaan yang tiada henti sejak dia lahir.” Ku rangkul ibu itu dan menghapus air matanya untuk sekedar mengurangi bebannya. Disaat-saat seperti ini aku tak peduli akan pembicaraan orang melihatku memeluk seorang tante. yang ku fikirkan adalah mungkin mama akan merasakan hal yang sama. “dia adalah anak hasil bayi tabung…tanpa aku kira sebelumnya, ternyata dia memilik banyak kelainan kesehatan. Bahkan dokter bilang ini tak akan berhasil. Syakira tidak akan bisa hidup bertahan lebih dari 4 tahun, seberapa keraspun aku mencoba untuk membuatnya hidup lebih lama. Tapi tuhan berkehendak lain. Syakira bisa hidup sampai detik ini. Yang aku paling sesali adalah mengapa selama 7 tahun ini ia harus menetap di rumah sakit. Andaikan saja aku bisa membawanya lari dan jauh dari rumah sakit yang menjijikan ini tapi kenyataannya ia tak pernah bisa hidup berjauhan dengan rumah sakit. Hampir seluruh rumah sakit di Indonesia telah kami singgahi hanya untuk menyelamatkan satu nyawa saja. Bahkan kami sempat menetap di singapura selama 3 tahun belakangan ini tapi kenyataan tak pernah bisa sesuai dengan apa yang kita harapkan. Takdir tetaplah takdir. Dan itulah mengapa Syakira pandai berbahasa Inggris karena dia bilang saat kami tinggal di singapura ‘mungkinkah ini rumah terakhir bagiku? Jika iya, mungkin aku harus belajar bahasa inggris dengan benar mom…’ itu kata-kata yang paling menyakitkan bagiku.” ia menghela nafas panjang.
“tapi…bukankah Ayah Syakira seharusnya bersama kalian?”tanyaku.
Ia memandangku sejenak. “Tuhan…mungkinkah ini hukuman untukku?” ia menengadah. “aku tak pernah menikah dengannya (ayah Syakira). Aku hanya seorang dokter yang mencintai atasannya dan mencuri hal yang tak harus ku curi. Ia tak pernah tahu aku mengandung anaknya. Aku tak bisa memilikinya karena dia milik orang lain…tapi aku sangat ingin memilikinya. Karena keegoisanku, akhirnya aku memutuskan hal gila ini, ambisiku yang menggebu-gebu, aku berfikir mungkin aku tak bisa memilikinya tapi aku harus memiliki sebagian dari dirinya. Andai bisa ku perbaiki…” ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tanagnnya.
“tidak ada yang harus tante sesali atas semua ini. Syakira tumbuh jadi anak yang kuat dan berani. Jangan tante tambah kesalahan tante dengan menyalahkan anugerah seperti Syakira.” Jawabku.
“kini…aku pasrah, aku tahu tak ada yang lebih baik selain melepasnya. Ia tak harus hidup dan menjalani hidup dengan teka-teki ini. Aku hanya ingin yang terbaik untuknya…terbaik…”dia menatapku dalam. Ia tersenyum sambil menyeka air matanya. “minggu lalu dia bilang, ‘mom…kamu harus memberikan kekuatanku untuk kakak yang sedih yang mengobrol denganku itu, dia bilang dia takut…sampaikan padanya bahwa tak ada yang harus di takuti…semuanya seperti menyusun pazzle, tampak membingungkan tapi saat kamu berhasil menyusnnya itu sangat menyenangkan.’ Aku masih sangat jelas mengingatnya. Dia sangat pandai dan tegar.”
Lalu seorang dokter keluar dengan keringat bercucuran dan muram. Mata wanita itu kosong seolah bisa menebak apa yang akan di katakana dokter itu. Wanita itu berdiri, aku pun begitu.
“aku tahu kamu pasti sudah ikhlas…ini yang terbaik untuknya Shella…” wanita yang kudengar bernama Shella itu tersenyum lega tapi terluka. Dokter itu pun memeluk Shella. “kamu wanita tegar…”
“Selamat jalan anakku…”desah wanita itu yang berusia sekitar 32 tahun itu.

Aku duduk termenung, bahagia, sedih, rindu dan bangga menusuk relung hatiku, didepan makam gadis cilik yang menyelamatkan hidupku. Ku belai nisannya dan ku sandarkan seikat bunga lili di sana. Aku tersenyum seolah ia ada di hadapanku.
“teriamakasih Syakira, karena kamu telah hidup untuk mengingatkanku, terimakasih karena detak jantungmu kini ada di dadaku…kamu akan selalu menjadi cahaya…bagiku, ibumu dan ayahmu yang akan menyadari kehadiranmu suatu saat nanti. Tersenyumlah…aku bangga padamu.”











Selesai…

Created by Evi Andriyani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar