.fb_like_box { -moz-border-radius:5px 5px 5px 5px; border-radius:10px; background:#f5f5f5; border:1px dotted #ddd; margin-bottom:10px; padding:10px; width:500px; height:20px; }

Entri Populer

Sabtu, 17 Desember 2011

The different


The different


“pernahkah kamu berfikir bahwa jadi orang miskin itu sebuah kebahagiaan?”Tanya Yuga padaku tepat di depan danau yang kini ku pandangi. Kata-kata itu sudah lama ku dengar namun masih saja terngiang dibenakku. 2 tahun yang lalu waktu yang cukup lama ku lalui tanpa orang itu. Sungguh sulit menepis baying-banyangnya padahal aku hanya mengenalnya sekitar 2 bulan. Entahlah tapi rasanya sangat menyakitkan memikirkan hal itu. Bukan karena ku disakitinya tapi hal yang paling menyakitkan bagiku adalah aku telah melukai orang yang ku cintai.
“Bisa kamu jelasin dari segi mana orang miskin itu sangat bahagia?”Tanyaku segera ketika melihatnya tampak serius.
“mereka gak kesepian.”jawabnya singkat. Aku tertawa.
“tapi mereka serba kekurangan. Tak mudah jadi gadis miskin seperti aku ini.” Dia tersenyum padaku.
“tapi kamu gak pernah gak makan setiap harinyakan? Jangan pernah melihat dirimu orang yang paling menyedihkan didunia ini!” timpasnya sambil kembali menatap danau yang luas dihadapan kami.

Keesokan harinya…
Tiba-tiba aku tak menemukan Yuga di tempat kerjanya. Ada banyak keganjilan yang kulihat selama 1 bulan mengenlanya. Seperti ada hal yang tersembunyi dibalik keriangannya setiap hari.
“Yuga kemana?”Tanyaku pada Ryan. Ryan menatapku dengan rasa iba.
“Gendis, menurut aku kamu gak usah temuin Yuga lagi.”katanya.
“loh kenapa?”tanyaku heran.
“keluarganya gak akan pernah biarin itu semua terjadi.”jawab Ryan.
“Ryan, Yuga itu udah gak punya keluarga.”jawabku sok tahu. Ryan tak menjawab, ia hanya merundukan kepala dan menggeleng dengan wajah penuh dosa.
“aku gak berhak jelasin ke kamu. Yuga yang behak.”jawabnya sambil pergi.
“Ryan maksud kamu apa?” dia segera kembali dan memberikanku sebuah kartu nama. “ini maksudnya apa Yan?”desakku.
“kamu dating aja ke alamat ini. Aku gak mau ngeliat kamu berharap banyak dari seorang Yuga.” Ryan kembali masuk ke rumah makan miliknya yang menampung Yuga sekitar 1 bulan.
“tapi Yan…”namun Ryan tak terlihat lagi. Dengan penuh penasaran ku datangi tempat yang tertera di kartu nama itu. Meski dalam hatiku bertanya ‘siapa orang yang bernama Bian Prayuga Alinsky???’
Tiba didepan sebuah rumah mewah dengan gerbang yang tinggi menjulang. Hampir tak terlihat kehidupan di dalamnya. Suasana sangat tenang kecuali sebuah cctv dihadapanku. Ada apa ini? Apa yang sebenarnya yang terjadi? Tiba-tiba pintu gerbang terbuka dengan otomatis dan tepat dihadapanku sebuah mobil mewah keluar dan yang paling membuatku kaget adalah ada Yuga disana. Meski tak begitu jelas tapi aku sangat mengenalnya. Ia tampk tertidur menyender ke pintu mobil. Didalam mobil terdengar jelas gelak tawa puas. Saat itu aku berfikir Yuga adalah orang terbrengsek yang pernah ku kenal. Dia adalah orang kaya yang tiba-tiba muncul dihadapanku dan menghancurkan hatiku perlahan-lahan.
1 minggu berlalu.
Aku bisa dengan mudah menganggap Yuga orang yang paling ku benci didunia ini dan melupakannya sejenak. Tapi ia kembali dating dengan Yuga yang sesungguhnya. Orang kaya dengan mobil mewah. Dia berdiri dihadapanku di tempat kerjaku, sebuah minimarket. Penampilannya sangat rapi. Ia tersenyum manis padaku.
“Bisa ambilin aku air mineral?” ku terus memandanginya dengan tatapann jijik. Lantas ku mengambilnya sebotol air mineral dan membukanya lalu mengguyurnya dengan tanpa ampun. “Gendis kamu kenapa sih??? Aku jadi basah.”
“Aku kenapa? Menurut kamu aku kenapa? Apa aku pernah marah tanpa alasan sama kamu? Harusnya yang Tanya kenapa itu aku. Ada apa sama kamu? Kenapa kamu bohong sama aku? Kamu fikir karna kamu kaya kamu bisa ngelakuin apapun yang kamu inginkan? Sumpah ya Ga, aku nyesel kenal sama kamu!” aku meninggalalkannya sendiri.
“Aku bisa jelasin kekamu Dis!”serunya tapi rasanya hari itu aku bahkan tak ingin mendengar apapun apalagi ucapan apapun yang dilontarkan oleh Yuga. Aku hanya biasa mengurung diri dan menutup telingaku.
Berhari-hari dibalut kebencian dan dendam membuatku lelah, dia tak pernah berhenti muncul dihadapanku, memberiku sms, menelponku meski tak pernah ku angkat. Hampir setiap hari ku tampar pipinya tapi ia tak pernah menyerah.
“Aku muak liat wajah kamu dan aku lelah terus nampar kamu jadi aku mohon jangan pernah muncul dihadapan aku!”teriakku. kali ini ia memelukku erat.
“Ini adalah hari yang aku tunggu, hari kamu udah ngerasa lelah buat membenci aku. Maka hari ini juga  aku ingin kamu tau apa alasan aku melakukan semua ini.”aku berontak dan setelah melepas pelukannya sekali lagi ku tampar pipinya yang sudah memar bekas tamparanku kemarin. Dia berlutut dan menggenggam tanganku. Matanya berair dan tangannya bergetar. “aku gak tau harus mulai dari mana tapi hal yang perlu kamu tahu aku gak pernah sedikitpun ingin menyakiti dan membohongi kamu. Aku memang terlahir sebagai orang kaya tapi apa aku salah jika aku bilang semua adalah milik almarhum ayah dan kakekku? Selama ini aku yang mengelola kekayaan ini tanpa kata lelah. Dan dari titik itulah sungguh aku merasa sangat kesepian. Aku lelah dengan kehidupanku yang penuh intrik. Mempertahankan, mengupayakan, memikirkan, mengerjakan dan waktu 24 jam sangat singkat bagiku.  Aku bahkan tak tahu tujuan dari hidupku itu apa. Aku kaya tapi tak pernah sekalipun aku merasa menikmati semua itu. Om-omku berbondong-bondong ingin merebut segalanya, bahkan tali persaudaraan di antara kami seperti binatang yang saling memakan saat mereka lapar. Apa kamu tahu itu semua lebih menyakitkan dari pada menjadi diri kamu? Itu sangat menyakitkan dari pada tamparan kamu.” Jelasnya dengan air mata berjatuhan. Air mataku pun tak terbendung lagi. “Maaf karena tak terus terang sejak awal. Maaf karena aku bukan Yuga miskin yang periang, maaf karena aku Prima Prayuga Alinsky…Maaf Karena aku mencintai kamu tapi tak ada upaya yang bisaku lakukan, Maaf karena aku harus menjadi Prima Prayuga Alinsky untuk melindungi adik perempuan dan ibuku, Maaf karena aku pernah hadir dihidup kamu…”kata maaf yang panjang tapi aku baru menyadari bahwa aku tak pernah membencinya. Ia berdiri dan menghapus air mataku lalu pergi  dan bayangannya mulai lenyap dari pandanganku yang tak pernah beralih.
Kedewasaan dan kesadaran yang ia ajarkan padaku sangat berarti. Meski ia tak pernah menjadi milikku seutuhnya tapi apa yang ia ucapkan padaku, apa yang ia lakukan untuk membuatku nyaman itu semua mengajarkanku bahwa tak pantas kita menyalahkan hidup dan takdir yang telah tersurat dalam kehidupan kita. Aku dengan kemiskinanku dan dia dengan kekayaaan dan kehidupan kami yang berbeda namun tujuan kami sama yaitu menjalankan apa yang sudah di gariskan yang maha kuasa untuk kita. Berkat dia aku bsa hidup dengan caraku yang indah dan aku berharap diapun begitu.

Selesai









Created by Evi Andriyani

1 komentar:

  1. ini postingan yang ke 5, sebenernya masih banyak tapi si post'n taip hari az 1 biar mudah di baca...hehe
    buat yang udah baca jangan lupa tulis komentarnya ya....terimakasih!

    BalasHapus