.fb_like_box { -moz-border-radius:5px 5px 5px 5px; border-radius:10px; background:#f5f5f5; border:1px dotted #ddd; margin-bottom:10px; padding:10px; width:500px; height:20px; }

Entri Populer

Kamis, 09 Februari 2012

Cowok Datarrr…




“aku mau kita putus!”Diana dengan tegas menyatakan kalimat putus pada Gio.
“kenapa?”Tanya Gio tanpa ekspresi kaget.
“karena kamu adalah cowok terangkuh yang baru aku kenal. Aku muak dengan sifat kamu yang datarnya minta ampun!” cetusnya. Gio pun kali ini tampak kaget.
“jadi kamu mutusin aku karena hal ini?” Gio mulai menatap mata Diana.
“iya. Kamu fikir siapa kamu bisa giniin aku? Tiap aku ada masalah kamu ekspresinya lempeng-lempeng aja, tiap kita berantem ekspresi kamu tetep gitu, tiap kamu salah gak pernah mau minta maaf, aku terus yang ngalah. Kamu fikir dunia cumin milik kamu aja. Kamu tuh seenaknya banget ya hidup. Aku gak bisa gini terus, aku gak bisa jadi pacar PATUNG kaya kamu.” Diana berteriak sambil menangis. Anak-anak di kantin kampus seketika memandang mereka dan berbisik-bisik. Meski Gio gondok abis tapi ia masih tampak cool dengan memangku tangan dan melirik sana-sini. “kenapa kamu malu? Gengsi? Gondok? Selain datar kamu juga bernyali cacing.”
Setelah puas Diana menyiram Gio dengan segelas jus yang sudah ia minum setengahnya ketika menunggu Gio yang telat setengah jam. “aaaaaaaaaa…”
Gio terengah-engah sambil berjerit, ia baru sadar kalau itu semua ternyata mimpi. Ibunya menyiram Gio dengan seember air karena sudah setengah jam Gio susah dibangunkan. “Ibu…aku kaget tau.” Sambil ngebenerin rambutnya.
“masih aja inget benerin rambut. Liat ini udah jam berapa? Bukannya hari ini ada jadwal UAS.”bentak ibu.
“oh iya…” segera Gio berdiri dan lari ke toilet untuk segedar cuci muka. Prinsipnya ‘Biarin dah gua gak mandi, yang penting nih jambul tetep ok!’ setelah siap-siap tanpa inget sarapan ia tanjab gas mobil metik yang lumayan asik. Sepanjang jalan yang ada diotak Gio cuman mimpi buruk yang udah dia alami, buku desain grafis yang udah dia baca sampe mentok semalam suntuk tak ada yang nyangkut satupun di otaknya.
Setibanya di kampus…
Mimpi buruk itu ternyata jadi pertanda buruk juga di pagi yang cerah itu. Baru saja datang dan parkir ia udah nabrak grobak sampah sampe mobilnya agak lecet dan jadi kotor. Belum selese ia menghela nafas panjang karena sebel tiba-tiba petugas kebersihan maen ngomel-ngomel aja.
“kamu tuh gimana sih…saya dari jam 5 subuh loh bersihin ini semua.”bentak laki-laki tua dengan seragam kebersihan berwarna hijau yang sudah lusuh.
Gio terperangah antara kesal tapi tak berani membentak, kasihan tapi juga sangat kesal. Ia menggaruk-garuk kepalanya. “tapi mobil saya lecet dan kotor pa…”jawabnya.
“pinggang saya sudah sangat cape bersihin seluruh halaman kampus jadi bisa tolong bantu saya masukin sampah yang kamu tabrak ke grobak ini? Masalah mobil ya kamu cuci saja siapa suruh maen tabrak grobak orang…” kata pria tua itu sambil pergi.
Akhirnya dengan sangat terpaksa ia membersihkan sampah itu bukan karena ia merasa bersalah tapi sungguh ia merasa iba dengan kakek-kakek itu. Setelah itu Gio ke toilet untuk membersihkan tangannya dan bergegas segera ke kelasnya untuk melaksanakan UASnya. Belum saja sampai di kelas ia mendapati 2 temannya di depan kelas. Nista dan Ario.
“kenapa lo gak masuk?” Tanya Gio segera.
“menurut lo kenapa?”Nista balik nanya dengan nada cules.
“intinya aturan pak Nurdin masih sangat berlaku Brow…!” Ario berdiri dan memperagakan ketika pak Nurdin dosen Desain grafis berbicara. “di ujian saya dilarang keras para mahasiswa terlambat meski hanya 5 menit.” Gio menepak kepalanya.
“sialkan kita hari ini…” Nista nyender ke Ario.
“Kita? Kalian yang sial…gak ada kata sial dalam kamus gue.”Gio nyelonong ke kelas. Gio memang terlalu percaya diri, dan selalu percaya kalau dia adalah cowok terberuntung di dunia ini. Ketika masuk tak ada reaksi apapun dari pak Nurdin, ia malah tersenyum pada Gio. ‘tuhkan gua bilang apa…Gio is lucky boy!’ dengan pedenya dia berkata begitu dalam hati.
Gio pun duduk di samping Lestary kakak dari kekasihnya Diana. “mau ngapain lo masuk Gy?”Tanya Lestary.
“ujian...”jawab Gio singkat.
“examination is over brother!”seru Lestary. Hahhhhhhhhhhh...hati Gio berteriak kaget tapi tidak dengan ekspresi wajahnya yang datar-datar aja.
“oh…ya udah gua balik duluan!” jawabnya. Lestary menggeleng, lantas ia mengikuti Gio keluar.
“lo gak kecewa?”Tanya Lestary cukup penasaran.
“biasa aja.” Jawabnya.
Ketika keluar, Nista dan Ario tertawa melihat Gio tapi Gio selalu sok tenang dan cuek-cuek aja. Seketika ia berlalu bersama Lestary melewati kedua temannya yang tengah asik menertawakannya.
“kenapa mereka?”
“Tanya aja sendiri!” Gio memasang earphone di telinganya. Lestary menghela nafas panjang melihat tingkah sahabatnya itu.
“Diana hari ini pergi ke Newyork.” Untuk pertama kali ekspresi wajah Gio tampak kaget dan segera melepa earponenya. Ia selalu teringat mimpi semalam.
“ngapain?” setelah ia menyadari Lestary tersenyum melihat ekspresinya ia kembali menjadi Gio yang lempeng.
“nemuin bokaplah…lo juga tau kan orang tua kita udah pisah. Gue rasa Diana bakalan tinggal disana.” Jelas Lestary.
“dia gak pernah bilang apa-apaan sama gua.”
“apa ada bedanya kalau dia bilang? Bukannya lo bakalan tetep lempeng kaya gini. Gue yang larang dia ngasih tau lu…biarin aja dia tenang.”jelas Lestary.
Gio tak berbicara, meski ia berusaha menutupinya tapi wajahnya tampak sangat kecewa. Ia mulai berfikir bagaimana seharusnya ia lakukan? ‘Mau nanya kapan berangkat GENGSi, mau nanya kenapa dia bisa berani nganbil keputusan tinggal di NY tanpa bilang apa-apa kle gue? GENGSI juga...’
“gua duluan ya!” tapi tiba-tiba tangan Gio menarik tangan Lestary.
“kapan dia berangkat?”
“buat apa lo tau?” bentak Lestary.
“gua cowoknya…gua berhak tau kemana dia pergikan?” Gio balik membentak Lestary.
“keputusan ini bukan cuman gua yang buat tapi Diana juga pengen lo gak usah tau. Gy dia bakalan baik-baik aja ko di Newyork…! Lo lupain aja dia!” Lestary melepas jeratan tangan Gio.
“jangan pecanda ya Ry!”bentak Gio keras. “gua gak bisa tenang sekarang!”
“gua kakaknya Diana, gua berhak nentuin siapa yang boleh deket sama adek gua! Lo bukan cowok yang baik buat dia. Lo bahkan gak bisa hapus air mata dia saat dia nangis, lo gak bisa nemenin dia pas dia ada masalah. Lo bukan sayang sama Diana tapi lo cuman butuh adek gua saat lo pengen. Hubungan apa kaya gitu.” Lestarypun pergi.
Gio menjadi panik, dia sangat mencintai Diana, hanya sulit baginya untuk menunjukan seberapa besar cintanya itu. Segera Gio menyambangi mobilnya tapi apa mau dikata, mobil kesayangannya itu mogok. Tanpa fikir panjang ia segera mencari taksi dan terus menghubungi Diana tapi takk juga di angkat.
Gio segera memutuskan untuk pergi ke Bogor ke rumah Diana karena ia merasa tidak yakin jika harus langsung menyusul Diana kebandara. Sepajang perjalanan Bandung-Bogor ia dibayang-bayangi rasa khwatir, takut, kesal, gondok.
Ketika menuju kompleks perumahan Diana, ia melihat toko bunga. Kalu di fikir-fikir sekalipun ia tak pernah mengirim Diana bunga atau sekedar mengutarakan isi hatinya selama 1 tahun mereka berpacaran. Gio segera turun dari taksi dan membeli sebingkai mawar merah yang sangat segar. Ia memutuskan untuk berlari tanpa menggunakan taksi setelah membeli bunga itu. Benar saja, rasanya ia melakukan hal bodoh yang tak pernah ia fikirkan selama ini, lari-larian bawa bunga menuju rumah cewek. Malam semakin larut, suasana rumah Diana memang cukup sepi.
Ting tong…dengan terengah-engah Gio memijat bell. Tak lama sosok gadis mungil membuka pintu.
“Gio?”ia heran melihat Gio terengah-engah dihadapannya. Gio segera memeluk Diana. Diana terdiam tak mengerti. “ngapain malem-malem ke sini?”Tanya dia sambil melepaskan pelukan Gio. “mobil kamu mana?”
Mata Gio sangat serius dan ekspresif ia sangat terlihat sedih. “kenapa kamu gak bilang semua rencana ini ke aku? Kenapa kamu seenaknya gitu? Aku tau aku bukan cowok romantic, aku bukan cowok yang bisa dengan mudah ungkapin perasaan aku. Tapi harusnya kamu ngerti dan faham tanpa aku ungkappun. Die, aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu, aku gak mau kamu pergi dan ninggalin aku sendiri.” Diana mangap, ia tak bisa bernafas rasanya, melihat kekasihnya yang sangat serius.
“kamu gak sakitkan?” Diana sedikit senyum.
“sakit? Maksud kamu apa? Tary bilang kamu mau ke Newyork kan?” Gio masih terengah-engah. Diana tertawa terbahak-bahak.
“Lestary? Aku emang mau ke newyork, tapi nanti kalo Lestary udah nyelesein UASnya. Aku juga bakal ajak kamu biar kita liburan bareng. Tapi aku belom bilang soalnya aku mau bikin supprise sama kamu.”jelas Diana. Gio menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya yang masih menggenggam bunga. “ini bunga buat aku ya?” Diana girang. Gio tampak salting dan menyembunyikan bunga di belakang punggungnya. Namun Diana tetap mengambilnya sambil tertawa-tawa.
“kakak kamu tuh ya perlu dikasih pelajaran.”
“kamu aja yang oon. Tapi kalo aku mau ninggalin kamu ko kamu baru bisa romantis gini? Apa aku tinggalin aja ya???” Gio kembali memeluk Diana.
“apapun yang terjadi sama aku hari ini aku harap ini semua gak akan pernah mempengaruhi hubungan kita, meski aku gak bisa banyak mengumbar kata cinta tapi harus kamu tahu, di hati aku gak akan pernah berubah. Hanya ada kamu…kamu…kamu!”
“ihhhh…aneh deh dengernya!” Diana tertawa dan kali ini mimpi itu benar-benar mengajarkan Gio bagaimana mengahargai seseorang dengan ucapan tidak hanya dengan tingkah laku dan tidak mengungkapkannya. Gio berusaha memperbaikinya dengan melakukan apa yang bisa ia lakuakn.

Selesai…
Createdby: Evi Andriyani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar